PERCOBAAN
ARGENTOMETRI
(Mohr)
I. Tujuan
1. Dapat
melakukan standarisasi AgNO3
dengan NaCl
2. Dapat
melakukan standarisasi NH4CNS dengan AgNO3
3. Dapat
menentukan klorida dalam garam dapur kasar dengan meode argentometri
4. Dapat menentukan bromida dengan cara volhard
II. Dasar Teori
Salah satu
cara untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah dengan
volumetri (titrasi). Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu
zat dalam larutannya didasarkan pada pengukuran volumenya.
Berdasarkan pada jenis reaksinya,
volumetri dibedakan atas :
1. Asidimetri dan alkalimetri
Volumetri
jenis ini berdasar atas reaksi netralisasi asam-basa.
2. Oksidimetri
Volumetri
jenis ini berdasar atas reaksi oksidasi-reduksi.
3. Argentometri
Volumetri
jenis ini berdasar atas reaksi kresipilasi (pengendapan dari ion Ag+).
Istilah
Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi,
Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu
larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion
Ag+. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah
dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan
sehingga seluruh ion Ag+
dapat tepat diendapkan, kadar garam
dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Underwood,1992).
Ada
tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu :
1. Indikator
2.
Amperometri
3.
Indikator kimia
Titik
akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan
kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang
diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan
titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan
warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator
untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu :
1. Perubahan warna harus terjadi
terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi
dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit.
(skogg,1965)
Berdasarkan pada indikator yang
digunakan, argentometri dapat dibedakan atas :
1. Metode
Mohr (pembentukan endapan berwarna)
Metode
Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana
netral dengan larutan standar AgNO3 dan
penambahan K2CHO4 sebagai indikator. Titrasi
dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit
alkalis, pH 6,5 – 9,0. Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk
dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi
yang terjadi adalah :
Asam : 2CrO42- + 2H-
↔ CrO72- +
H2O
Basa : 2Ag+
+
2OH- ↔
2 AgOH
2AgOH
↔ Ag2O
+ H2O
Sesama
larutan dapat diukur dengan natrium bikorbonat atau kalsium karbonat. Larutan
alkalis diasamkan dulu dengan asam asetat atau asam borat sebelum dinetralkan
dengan kalsium karbonat. Meskipun menurut hasil kali kelarutan iodida dan
tiosianat mungkin untuk ditetapkan kadarnya dengan cara ini. Namun oleh karena
perak lodida maupun tiosanat sangat kuat menyerang kromat, maka hasilnya tidak
memuaskan. Perak juga tidak dapat ditetapkan dengan titrasi menggunakan NaCl
sebagai titran karena endapan perak kromat yang mula-mula terbentuk sukar
bereaksi pada titik akhir. Larutan klorida atau bromida dalam suasana netral
atau agak katalis dititrasi dengan larutan titer perak nitrat menggunakan
indikator kromat. Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh
ion perak, maka ion kromat akan bereaksi membentuk endapan perak kromat yang
berwarna coklat/merah bata sebagai titik akhir titrasi. Sebagai indikator
digunakan larutan kromat K2CrO4 0,003M
atau 0,005M yang dengan ion perak akan membentuk endapan coklat merah dalam
suasana netral atau agak alkalis. Kelebihan indikator yang berwarna kuning akan
menganggu warna, ini dapat diatasi dengan melarutkan blanko indikator suatu
titrasi tanpa zat uji dengan penambaan kalsium karbonat sebagai pengganti
endapan AgCl.
2. Model
Valhard (Penentu zat warna yang mudah larut).
Metode ini
digunakan dalam penentuan ion Cl+, Br -,
dan I- dengan penambahan larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi
kembali setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan standar KCNS, sedangkan indikator
yang digunakan adalah ion Fe3+
dimana kelebihan larutan KCNS akan
diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari FeSCN.
3. Motode
Fajans (Indikator Absorbsi)
Titrasi
argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya
terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang
digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau
fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga
suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion dan indikator
yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan
endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi
pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai
dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada
dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan
digantikan oleh Ag+
sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder (Khopkhar, SM.1990).
Pembentukan
Endapan Berwarna
Seperti
sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indikator untuk titrasi
asam-basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan
lengkapnya suatu titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi
Mohr, dari klorida dengan ion perak dalam mana digunakan ion kromat sebagai
indikator. Pemunculan yang permanen dan
dini dari endapan perak kromat yang
kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE). Titrasi Mohr terbatas untuk
larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 – 10,0. Dalam larutan asam
konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena HCrO4- hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen
kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat terjadi reaksi :
2H+
+ 2CrO4- ↔ 2HCrO4
↔
Cr2O72-
+
2H2O
Mengecilnya
konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak dengan
sangat berlebih untuk mengendapkan ion kromat dan karenanya menimbulkan galat
yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut. Proses argentometri
termasuk dalam titrasi yang menghasilkan endapan dan pembentukan ion kompleks.
Proses argentometri menggunakan AgNO3 sebagai
larutan standar. Proses ini biasanya digunakan untuk
menentukan garam-garam dari halogen
dan sianida. Karena kedua jenis garam ini dapat membentuk endapan atau senyawa
kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
NaCL + Ag+ → AgCl ↓ + Na+
KCN + Ag+ → AgCl ↓ + K+
KCN + AgCN ↓ → K [Ag(CN)2 ]
Karena AgNO3
mempunyai kemurnian yang tinggi maka
garam tersebut dapat digunakan sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi
argentometri terhadap ion CN-
tercapai untuk garam kompleks K
[Ag(CN)2 ] karena proper tersebut dikemukakan pertama kali oleh
Lieberg, cara ini tidak dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam
kompleks dalam larutan akan larut menjadi ion komplek diamilum (Harizul, Rivai.
1995).
III. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan
a. Statif : 1 buah
b. Klem : 1 buah
c. Corong kaca : 1 buah
d. Kaca arloji : 1 buah
e. Pengaduk kaca : 1 buah
f. Buret asam 50 ml : 1 buah
g. Pipet tetes : 1 buah
h. Neraca timbangan : 1 buah
i. Labu ukur 500 ml : 1 buah
j. Labu ukur 100 ml : 1 buah
k. Erlenmeyer 100 ml : 2 buah
l. Erlenmeyer 250 ml : 1 buah
m. Gelas beker 250 ml : 1buah
n. Gelas ukur 50 ml : 1 buah
2. Bahan yang digunakan
1. NaCl kering : 2,925 gram
2. Larutan standar NaCl 0,1N : secukupnya
3. Larutan AgNO3 0,1N
: secukupnya
4. Larutan sample garam dapur kasar : 30 ml
5. NH4
CNS padatan : 4,5 gram
6. Larutan NH4CNS : secukupnya
7. AgNO3
padatan : 8,496 gram
8. Larutan HNO3 6
N : 2,5 ml x 3
9. Larutan KBR : 5 ml x 3
10. Fluoresein : 0,5 ml x 3
11. Ferri Amonium sulfat : 0,5 ml x 3
12. Akuades : secukupnya
13. HNO3 encer : 1 ml x 3
IV. Skema Kerja
a.
Pembuatan larutan AgNO3 0,05 N
1.
Timbang 2,1875 g AgNO3
2.
Larutkan dalam labu ukur 250 ml
3.
Larutan dikocok sampai homogen
b. Pembakuan larutan AgNO3 0,05 N
1.
NaCl timbang sebanyak 0,7375 g
2.
Larutkan dalam labu ukur 250 ml
sampai tanda garis
3.
Larutan diambil 10 ml dan masukkan kedalam
erlenmeyer
4.
Larutan ditambahkan 2 tetes
indikator K2CrO4 5%
5.
Campuran dititrasi menggunakan AgNO3
6.
Hitung volume yang terpakai
c.
Penetapan kadar
1.
75 mg garam dpur ditimbang
2.
Larutkan dengan 50 ml aquadest dalam
erlenmeyer
3.
Tambahkan 2 tetes indikator K2CrO4
5%
4.
Campuran dititrasi menggunakan AgNO3
5.
Catat voume yang terpakai
V. Data dan Perhitungan
Pembuatan larutan standar primer
NaCl 0,05 N
N = n .
M
0,05 = 1 . M
M = 0,05
M
gr = 0,2922 g
range 10% : (0,2630 – 0,3214)g
Pembuatan larutan standar sekunder
AgNO3 0,05 N
N = n . M
8,4837 = 0,8333 gr
gr = 10,1924 g
range 10% = (9,1732 – 11,2116) g
Pembuatan amilum 0,5%
0,5% = 5 g dalam 100 mL
volume yang dibutuhkan: 4x titrasi x 4 mL x 8 orang = 128 mL
Pembuatan asam asetat 1:4
1 orang @ 5 mL per-titrasi
4 x titrasi x 8 orang = 4 x 5 x 8 = 160 mL ≈> 200 mL
Pembuatan K2CrO4
5%
1 orang @ 1 mL x 4 x titrasi = 4 mL
8 orang = 4 x 8 = 32 mL ≈> 35 mL
Massa K2CrO4 5% Ã
Pembuatan eosin 0,1%
1 orang @ 5 tetes x 4 titrasi = 20 tetes
8 orang = 20 x 8 = 160 tetes ≈ 8 mL ≈>10 mL
Data penimbangan dan perhitungan
normalitas zat baku primer
Zat (NaCl) ditimbang secara kasar :
0,29 g
Botol timbang kosong ditimbang secara
analitis : 13,9818 g
Botol timbang + NaCl ditimbang secara
analitis : 14,2796 g
Berat NaCl secara analitis = 14,2796 – 13,9818 = 0,2978
Normalitas NaCl
N = n . M
N = 0,0479 N
Data titrasi Perak Nitrat dengan
NaCl
No
|
Vol. Baku Primer
(NaCl)
|
N. Baku Primer
(NaCl)
|
Vol. Baku Sekunder
(AgNO3)
|
N. Baku Sekunder
(AgNO3)
|
1
|
10,0
mL
|
0,0479
N
|
9,70
mL
|
0,494
N
|
2
|
10,0
mL
|
0,0479
N
|
9,85
mL
|
0,486
N
|
3
|
10,0
mL
|
0,0479
N
|
9,80
mL
|
0,489
N
|
Perhitungan normalitas baku sekunder
(AgNO3)
1. V1(NaCl) . N1(NaCl)
= V2(AgNO3) . N2(AgNO3)
10,0
. 0,0479 = 9,70 . N2(AgNO3)
N2(AgNO3)
= = 0,0494 N
2. V1(NaCl) . N1(NaCl)
= V2(AgNO3) . N2(AgNO3)
10,0
. 0,0479 = 9,85 . N2(AgNO3)
N2(AgNO3) = = 0,0486 N
3. V1(NaCl) . N1(NaCl)
= V2(AgNO3) . N2(AgNO3)
10,0
. 0,0479 = 9,70 . N2(AgNO3)
N2(AgNO3) = = 0,0489 N
v
Normalitas AgNO3 rata-rata = = 0,04875 ≈ 0,0488 N
Data titrasi Perak Nitrat dengan sampel (I-)
No
|
Vol. sampel
|
M. sampel
|
Vol. AgNO3
|
M. AgNO3
|
1
|
10,0 mL
|
0,0488 M
|
10,00 mL
|
0,0488
M
|
2
|
10,0 mL
|
0,0482 M
|
9,90 mL
|
0,0488
M
|
3
|
10,0 mL
|
0,0487 M
|
10,00 mL
|
0,0488
M
|
Perhitungan molaritas sampel (I-)
Molaritas AgNO3= = = 0,0488 M
1. V1(sampel) . M1(sampel)
= V2(AgNO3) . M2 (AgNO3)
10,0
. M1(sampel) = 10,0 . 0,0488
M1(I-) = = 0,0488 M
2. V1(sampel) . M1(sampel)
= V2(AgNO3) . M2 (AgNO3)
10,0
. M1(sampel) = 9,90 . 0,0488
M1(I-) = = 0,0482 M
3. V1(sampel) . M1(sampel)
= V2(AgNO3) . M2 (AgNO3)
10,0
. M1(sampel) = 10,0 . 0,0488
M1(I-)
= = 0,0488 M
v
Molaritas (I-) rata-rata = = 0,0485 M
VI. Pembahasan
Standarisasi larutan AgNO3
dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri jenis
argentometri. Reaksi yang terjadi adalah:
AgNO3(aq) + NaCl(aq)
→ AgCl(s) + NaNO3(aq)
Larutan AgNO3 dan larutan NaCl, pada awalnya
masing-masing merupakan larutan yang jernih dan tidak berwarna. Ketika NaCl
ditambah dengan garam natrium bikarbonat yang berwarna putih, larutan tetap
jernih tidak berwarna, dan garam tersebut larut dalam larutan. Penambahan garam
ini dimaksudkan agar pH larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa, atau
dapat dikatakan garam ini sebagai buffer. Larutan kemudian berubah menjadi
kuning mengikuti warna K2CrO4 yang merupakan indikator.
Setelah dititrasi dengan AgNO3,
awalnya terbentuk endapan berwarna putih yang merupakan AgCl. Ketika NaCl sudah
habis bereaksi dengan AgNO3, sementara jumlah AgNO3 masih
ada, maka AgNO3 kemudian bereaksi dengan indikator K2CrO4
membentuk endapan Ag2CrO4 yang berwarna krem.
Dalam titrasi ini, titrasi
perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan harus juga dilakukan secara kuat
agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang menyebabkan titik akhir
titrasi menjadi sulit tercapai.
Sedangkan pada titrasi sampel
merupakan titrasi yang menggunakan metode Fajans. Dalam titrasi ini digunakan
indikator Eosin karena indikator ini memiliki trayek pH antara 2 – 8 dan eosin
digunakan dalam titrasi untuk anion yang berupa Br-, I-,
atau SCN-. Selain itu, asam cuka digunakan untuk menjaga agar pH
tidak terlalu tinggi ataupun rendah, karena indikator adsorpsi bersifat asam
lemah yang tidak dapat digunakan dalam keadaan larutan yang terlalu asam.
Dalam titrasi perubahan warna yang
terjadi adalah pada awalnya larutan sampel yang ditambah dengan asam cuka, akuades
dan asam cuka tetap tidak berwarna. Ketika ditambahkan dengan amilum,
larutan menjadi sedikit keruh karena pengaruh suspensi amilum. Dan ketika
ditambah dengan eosin yang berwarna merah, larutan menjadi berwarna kuning.
Saat dititrasi menggunakan AgNO3
larutan makin lama makin mengental akibat terbentuknya koloid. Koloid ini
terbentuk karena reaksi antara ion X- dalam sampel dengan Ag+.
Kemudian lama-kelamaan warnanya berubah dari kuning menjadi merah muda akibat
dari penyerapan ion Fl- oleh kelebihan ion Ag+ dalam
koloid.
VII. Kesimpulan
Titrasi AgNO3 dan NaCl
merupakan titrasi dengan Metode Mohr dan Titrasi sampel termasuk dalam Metode
Fajans karena sampel mengandung ion I-.
Normalitas AgNO3 = 0,0488 N
Molaritas sampel (I-) = 0,0485 M
.1. Reaksi standarisasi larutan perak
nitrat dengan metode Mohr:
·
AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq)
·
2AgNO3(aq) + K2Cr2O4(aq) → Ag2Cr2O4(s)
+ 2KNO3(aq)
2. Syarat pH:
·
tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi
3. Kelemahan titrasi Mohr:
·
Kemungkinan terjadinya kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap
sebelum titik ekivalen tercapai yang mengakibatkan titik akhir titrasi menjadi
tidak tajam. Sebagai solusi, dapat dilakukan pengadukan sekuat mungkin
4. Mekanisme kerja kalium
kromat:
·
Indikator yang ditambahkan harus dengan konsentrasi tertentu. Bila konsentrasi
terlalu besar, warna K2Cr2O4 manjadi terlalu
kuning sehingga mengakibatkan perubahan warna yang membuat titik akhir sulit
dilihat. Indikator K2Cr2O4 akan bereaksi
dengan AgNO3 membentuk Ag2Cr2O4
yang berwarna krem muda.
5. Zat-zat lain yang dapat
digunakan untuk standarisasi larutan perak nitrat:
·
Indikator adsorpsi (contoh: fluoresin, eosin, dll) dan indikator Fe3+.
6. Syarat pH larutan untuk
titrasi Fajans dengan indikator eosin:
·
Tidak terlalu rendah karena kebanyakan indikator adsorpsi bersifat asam lemah
yang tidak dapat dipakai dalam larutan yang terlalu asam. Namun ada juga
beberapa indikator adsorpsi “kationik” yaitu yang bersifat basa lemah sehingga
baik untuk titrasi dalam keadaan sangat asam.
7. Penentuan kadar Iodida dapat juga
dilakukan dengan cara Mohr namun biasa tidak dipakai karena untuk titrasi I-
(pKsp AgI = 16,01), akan terdapat [I-] pada titik akhir =
3,85 x 10-12 dan pada titik akhir ekivalen = 9,9 x 10-9;
titik akhirnya terlalu lambat untuk dicapai.
[Ag+]
= (Ksp Ag2CrO4 : [CrO42-]
)1/2
= (10-11,89 : 0,002)1/2
= 10-4,596
Karena [Ag+] [I-]
= Ksp AgI = 10-16,01
Maka
Sedangkan seharusnya [Ag+]
= [I-] = (10-16,01)1/2 = 10-8,005 =
9,89 x 10-9
VIII. Daftar
Pustaka
Day RA. Jr dan Al Underwood.1992.
Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima. Erlangga,
Jakarta.
Harizul, Rivai. 1995. Asas
Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI Press 22
Khopkhar, SM. 1990. Konsep Dasar
Kimia Analitik. Jakarta : UI Press
Skogg. 1965. Analytical Chemistry.
Edisi keenam. Florida : Sounders College
Publishing
Tim Labor Kimia Analitik.2012. Buku
Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I.
FMIPA-UR.
Pekanbaru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar