Kamis, 18 April 2013

AGENTOMETRI


PERCOBAAN
ARGENTOMETRI (Mohr)

I. Tujuan
1. Dapat melakukan standarisasi AgNO3 dengan NaCl
2. Dapat melakukan standarisasi NH4CNS dengan AgNO3
3. Dapat menentukan klorida dalam garam dapur kasar dengan meode argentometri
4. Dapat menentukan bromida dengan cara volhard

II. Dasar Teori
Salah satu cara untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetri (titrasi). Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu zat dalam larutannya didasarkan pada pengukuran volumenya.
Berdasarkan pada jenis reaksinya, volumetri dibedakan atas :
1. Asidimetri dan alkalimetri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi netralisasi asam-basa.
2. Oksidimetri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi oksidasi-reduksi.
3. Argentometri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi kresipilasi (pengendapan dari ion Ag+).

Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Underwood,1992).

Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu :
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu :
1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit.
    (skogg,1965)
Berdasarkan pada indikator yang digunakan, argentometri dapat dibedakan atas :
1. Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna)
Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2CHO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 – 9,0. Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :
Asam : 2CrO42-    +     2H-          ↔        CrO72-      +       H2O
Basa   : 2Ag+        +     2OH-      ↔       2 AgOH
2AgOH                          ↔      Ag2O       +       H2O
Sesama larutan dapat diukur dengan natrium bikorbonat atau kalsium karbonat. Larutan alkalis diasamkan dulu dengan asam asetat atau asam borat sebelum dinetralkan dengan kalsium karbonat. Meskipun menurut hasil kali kelarutan iodida dan tiosianat mungkin untuk ditetapkan kadarnya dengan cara ini. Namun oleh karena perak lodida maupun tiosanat sangat kuat menyerang kromat, maka hasilnya tidak memuaskan. Perak juga tidak dapat ditetapkan dengan titrasi menggunakan NaCl sebagai titran karena endapan perak kromat yang mula-mula terbentuk sukar bereaksi pada titik akhir. Larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak katalis dititrasi dengan larutan titer perak nitrat menggunakan indikator kromat. Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat/merah bata sebagai titik akhir titrasi. Sebagai indikator digunakan larutan kromat K2CrO4 0,003M atau 0,005M yang dengan ion perak akan membentuk endapan coklat merah dalam suasana netral atau agak alkalis. Kelebihan indikator yang berwarna kuning akan menganggu warna, ini dapat diatasi dengan melarutkan blanko indikator suatu titrasi tanpa zat uji dengan penambaan kalsium karbonat sebagai pengganti endapan AgCl.
2. Model Valhard (Penentu zat warna yang mudah larut).
Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl+, Br -, dan I- dengan penambahan larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan standar KCNS, sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe3+ dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari FeSCN.
3. Motode Fajans (Indikator Absorbsi)
Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder (Khopkhar, SM.1990).

Pembentukan Endapan Berwarna
Seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indikator untuk titrasi asam-basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan lengkapnya suatu titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion perak dalam mana digunakan ion kromat sebagai indikator. Pemunculan yang permanen dan
dini dari endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE). Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 – 10,0. Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena HCrO4- hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat terjadi reaksi :
2H+        +          2CrO4- ↔        2HCrO4               ↔        Cr2O72-                                 +          2H2O

Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan ion kromat dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut. Proses argentometri termasuk dalam titrasi yang menghasilkan endapan dan pembentukan ion kompleks. Proses argentometri menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini biasanya digunakan untuk
menentukan garam-garam dari halogen dan sianida. Karena kedua jenis garam ini dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
NaCL + Ag+ → AgCl ↓ + Na+
KCN + Ag+ → AgCl ↓ + K+
KCN + AgCN ↓ → K [Ag(CN)2 ]

Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam tersebut dapat digunakan sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi argentometri terhadap ion CN- tercapai untuk garam kompleks K [Ag(CN)2 ] karena proper tersebut dikemukakan pertama kali oleh Lieberg, cara ini tidak dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam kompleks dalam larutan akan larut menjadi ion komplek diamilum (Harizul, Rivai. 1995).

III. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan
a. Statif : 1 buah
b. Klem : 1 buah
c. Corong kaca : 1 buah
d. Kaca arloji : 1 buah
e. Pengaduk kaca : 1 buah
f. Buret asam 50 ml : 1 buah
g. Pipet tetes : 1 buah
h. Neraca timbangan : 1 buah
i. Labu ukur 500 ml : 1 buah
j. Labu ukur 100 ml : 1 buah
k. Erlenmeyer 100 ml : 2 buah
l. Erlenmeyer 250 ml : 1 buah
m. Gelas beker 250 ml : 1buah
n. Gelas ukur 50 ml : 1 buah
2. Bahan yang digunakan
1. NaCl kering : 2,925 gram
2. Larutan standar NaCl 0,1N : secukupnya
3. Larutan AgNO3 0,1N : secukupnya
4. Larutan sample garam dapur kasar : 30 ml
5. NH4 CNS padatan : 4,5 gram
6. Larutan NH4CNS : secukupnya
7. AgNO3 padatan : 8,496 gram
8. Larutan HNO3 6 N : 2,5 ml x 3
9. Larutan KBR : 5 ml x 3
10. Fluoresein : 0,5 ml x 3
11. Ferri Amonium sulfat : 0,5 ml x 3
12. Akuades : secukupnya
13. HNO3 encer : 1 ml x 3

IV. Skema Kerja
a.       Pembuatan larutan AgNO3 0,05 N
1.       Timbang 2,1875 g AgNO3
2.       Larutkan dalam labu ukur 250 ml
3.       Larutan dikocok sampai homogen
b.      Pembakuan larutan AgNO3 0,05 N
1.       NaCl timbang sebanyak 0,7375 g
2.       Larutkan dalam labu ukur 250 ml sampai tanda garis
3.       Larutan diambil 10 ml dan masukkan kedalam erlenmeyer
4.       Larutan ditambahkan 2 tetes indikator K2CrO4 5%
5.       Campuran dititrasi menggunakan AgNO3
6.       Hitung volume yang terpakai
c.       Penetapan kadar
1.       75 mg garam dpur ditimbang
2.       Larutkan dengan 50 ml aquadest dalam erlenmeyer
3.       Tambahkan 2 tetes indikator K2CrO4 5%
4.       Campuran dititrasi menggunakan AgNO3
5.       Catat voume yang terpakai

V. Data dan Perhitungan
Pembuatan larutan standar primer NaCl 0,05 N
N = n . M                   
0,05 = 1 . M               
M = 0,05 M                 gr = 0,2922 g
                         range 10% : (0,2630 – 0,3214)g

Pembuatan larutan standar sekunder AgNO3 0,05 N
N = n . M
8,4837 = 0,8333 gr
gr = 10,1924 g
range 10% = (9,1732 – 11,2116) g

Pembuatan amilum 0,5%
0,5% = 5 g dalam 100 mL
volume yang dibutuhkan: 4x titrasi x 4 mL x 8 orang = 128 mL

Pembuatan asam asetat 1:4
1 orang @ 5 mL per-titrasi
4 x titrasi x 8 orang = 4 x 5 x 8 = 160 mL ≈> 200 mL

Pembuatan K2CrO4 5%
1 orang @ 1 mL x 4 x titrasi = 4 mL
8 orang = 4 x 8 = 32 mL ≈> 35 mL
Massa K2CrO4 5% à

Pembuatan eosin 0,1%
1 orang @ 5 tetes x 4 titrasi = 20 tetes
8 orang = 20 x 8 = 160 tetes ≈ 8 mL ≈>10 mL

Data penimbangan dan perhitungan normalitas zat baku primer
Zat (NaCl) ditimbang secara kasar     : 0,29 g
Botol timbang kosong ditimbang secara analitis        : 13,9818 g
Botol timbang + NaCl ditimbang secara analitis        : 14,2796 g
Berat NaCl secara analitis = 14,2796 – 13,9818 = 0,2978
Normalitas NaCl
N = n . M
N = 0,0479 N
Data titrasi Perak Nitrat dengan NaCl
 
No
Vol. Baku Primer
(NaCl)
N. Baku Primer
(NaCl)
Vol. Baku Sekunder
(AgNO3)
N. Baku Sekunder
(AgNO3)
1
10,0 mL
0,0479 N
9,70 mL
0,494 N
2
10,0 mL
0,0479 N
9,85 mL
0,486 N
3
10,0 mL
0,0479 N
9,80 mL
0,489 N

 
Perhitungan normalitas baku sekunder (AgNO3)
1.      V1(NaCl) . N1(NaCl) = V2(AgNO3) . N2(AgNO3)
10,0 . 0,0479 = 9,70 . N2(AgNO3)
N2(AgNO3) =  = 0,0494 N

2.      V1(NaCl) . N1(NaCl) = V2(AgNO3) . N2(AgNO3)
10,0 . 0,0479 = 9,85 . N2(AgNO3)
N2(AgNO3) =  = 0,0486 N
3.      V1(NaCl) . N1(NaCl) = V2(AgNO3) . N2(AgNO3)
10,0 . 0,0479 = 9,70 . N2(AgNO3)
N2(AgNO3) =  = 0,0489 N
v  Normalitas AgNO3 rata-rata =  = 0,04875 ≈ 0,0488 N
Data titrasi Perak Nitrat dengan sampel (I-)
No
Vol. sampel
M. sampel
Vol. AgNO3
M. AgNO3
1
10,0 mL
0,0488 M
10,00 mL
0,0488 M
2
10,0 mL
0,0482 M
9,90 mL
0,0488 M
3
10,0 mL
0,0487 M
10,00 mL
0,0488 M

Perhitungan molaritas sampel (I-)
Molaritas AgNO3=  =  = 0,0488 M
1.      V1(sampel) . M1(sampel) = V(AgNO3) . M2 (AgNO3)
10,0 . M1(sampel) = 10,0 . 0,0488
M1(I-) =  = 0,0488 M
2.      V1(sampel) . M1(sampel) = V(AgNO3) . M2 (AgNO3)
10,0 . M1(sampel) = 9,90 . 0,0488
M1(I-) =  = 0,0482 M
3.      V1(sampel) . M1(sampel) = V(AgNO3) . M2 (AgNO3)
10,0 . M1(sampel) = 10,0 . 0,0488
M1(I-) =  = 0,0488 M
v  Molaritas (I-) rata-rata =  = 0,0485 M

VI. Pembahasan
Standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri jenis argentometri. Reaksi yang terjadi adalah:
AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq)
Larutan AgNO3 dan larutan NaCl, pada awalnya masing-masing merupakan larutan yang jernih dan tidak berwarna. Ketika NaCl ditambah dengan garam natrium bikarbonat yang berwarna putih, larutan tetap jernih tidak berwarna, dan garam tersebut larut dalam larutan. Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa, atau dapat dikatakan garam ini sebagai buffer. Larutan kemudian berubah menjadi kuning mengikuti warna K2CrO4 yang merupakan indikator.
Setelah dititrasi dengan AgNO3, awalnya terbentuk endapan berwarna putih yang merupakan AgCl. Ketika NaCl sudah habis bereaksi dengan AgNO3, sementara jumlah AgNO3 masih ada, maka AgNO3 kemudian bereaksi dengan indikator K2CrO4 membentuk endapan Ag2CrO4 yang berwarna krem.
 Dalam titrasi ini, titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai.
Sedangkan pada titrasi sampel merupakan titrasi yang menggunakan metode Fajans. Dalam titrasi ini digunakan indikator Eosin karena indikator ini memiliki trayek pH antara 2 – 8 dan eosin digunakan dalam titrasi untuk anion yang berupa Br-, I-, atau SCN-. Selain itu, asam cuka digunakan untuk menjaga agar pH tidak terlalu tinggi ataupun rendah, karena indikator adsorpsi bersifat asam lemah yang tidak dapat digunakan dalam keadaan larutan yang terlalu asam.
Dalam titrasi perubahan warna yang terjadi adalah pada awalnya larutan sampel yang ditambah dengan asam cuka, akuades dan asam cuka tetap tidak berwarna.  Ketika ditambahkan dengan amilum, larutan menjadi sedikit keruh karena pengaruh suspensi amilum. Dan ketika ditambah dengan eosin yang berwarna merah, larutan menjadi berwarna kuning.
Saat dititrasi menggunakan AgNO3 larutan makin lama makin mengental akibat terbentuknya koloid. Koloid ini terbentuk karena reaksi antara ion X- dalam sampel dengan Ag+. Kemudian lama-kelamaan warnanya berubah dari kuning menjadi merah muda akibat dari penyerapan ion Fl- oleh kelebihan ion Ag+ dalam koloid.


VII. Kesimpulan
Titrasi AgNO3 dan NaCl merupakan titrasi dengan Metode Mohr dan Titrasi sampel termasuk dalam Metode Fajans karena sampel mengandung ion I-.
Normalitas AgNO3 = 0,0488 N
Molaritas sampel (I-)  = 0,0485 M


.1. Reaksi standarisasi larutan perak nitrat dengan metode Mohr:
·         AgNO3(aq) + NaCl(aq) AgCl(s) + NaNO3(aq)
·         2AgNO3(aq) + K2Cr2O4(aq) Ag2Cr2O4(s) + 2KNO3(aq)
 2.  Syarat pH:
·         tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi
 3.  Kelemahan titrasi Mohr:
·         Kemungkinan terjadinya kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai yang mengakibatkan titik akhir titrasi menjadi tidak tajam. Sebagai solusi, dapat dilakukan pengadukan sekuat mungkin
 4.  Mekanisme kerja kalium kromat:
·         Indikator yang ditambahkan harus dengan konsentrasi tertentu. Bila konsentrasi terlalu besar, warna K2Cr2O4 manjadi terlalu kuning sehingga mengakibatkan perubahan warna yang membuat titik akhir sulit dilihat. Indikator K2Cr2O4 akan bereaksi dengan AgNO3 membentuk Ag2Cr2O4 yang berwarna krem muda.
 5.  Zat-zat lain yang dapat digunakan untuk standarisasi larutan perak nitrat:
·         Indikator adsorpsi (contoh: fluoresin, eosin, dll) dan indikator Fe3+.

 6.  Syarat pH larutan untuk titrasi Fajans dengan indikator eosin:
·         Tidak terlalu rendah karena kebanyakan indikator adsorpsi bersifat asam lemah yang tidak dapat dipakai dalam larutan yang terlalu asam. Namun ada juga beberapa indikator adsorpsi “kationik” yaitu yang bersifat basa lemah sehingga baik untuk titrasi dalam keadaan sangat asam.
 7. Penentuan kadar Iodida dapat juga dilakukan dengan cara Mohr namun biasa tidak dipakai karena untuk titrasi I- (pKsp AgI = 16,01), akan terdapat [I-] pada titik akhir = 3,85 x 10-12 dan pada titik akhir ekivalen = 9,9 x 10-9; titik akhirnya terlalu lambat untuk dicapai.
 [Ag+] = (Ksp Ag2CrO4 : [CrO42-] )1/2
               = (10-11,89 : 0,002)1/2
               = 10-4,596
Karena [Ag+] [I-] = Ksp AgI = 10-16,01
Maka

       Sedangkan seharusnya [Ag+] = [I-] = (10-16,01)1/2 = 10-8,005 = 9,89 x 10-9

  VIII. Daftar Pustaka
Day RA. Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima. Erlangga,
Jakarta.
Harizul, Rivai. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI Press 22
Khopkhar, SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press
Skogg. 1965. Analytical Chemistry. Edisi keenam. Florida : Sounders College
Publishing
Tim Labor Kimia Analitik.2012. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I.
FMIPA-UR. Pekanbaru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar