Selasa, 30 April 2013

KLEBSIELLA

 Klebsiella adalah sebuah genus no yang dapat mengubah tempat, gram negative  bentuk batang, bakteri dengan terkemuka polis akan berbaris kapsul. Frequent manusia pathogen organisme yang menyebabkan berbagai penyakit terutama pneumonia, ISK, keracunan darah, spondilihs dan jaringan lunak infeksi.
Klebsiella pneumonia pertama kali ditemukan oleh Carl Friedlander. Carl Friedlander adalah patologis dan mikrobiologis dari Jerman yang membantu penemuan bakteri penyebab pneumonia pada tahun 1882. Carl Friedlander adalah orang yang pertama kali mengidentifikasi bakteri Klebsiella pneumonia dari paru-paru orang yang meninggal karena pneumonia. Karena jasanya, Klebsiella pneumonia sering pula disebut bakteri Friedlander.

Klasifikasi Klebsiella

Kingdom        :    Bacteria
Phylum           :    Proteobacteria
Class               :    Gamma Proteobacteria
Orde               :    Enterobacteriales
Family             :    Enterobacteriaceae
Genus              :    Klebsiella
Species            :    Klebsiella pneumonia
                           Klebsiella ozaenae

Morfologi
1.      Bentuk batang, Gram negatif
2.      Ukuran 0,5 – 1,5 x 1 – 2 ยต
3.      Mempunyai selubung yang lebarnya 2 – 3 x ukuran kuman
4.      Tidak berspora, tidak berflagela
5.      Menguraikan laktosa
6.      Membentuk kapsul baik invivo atau invitro, sehingga koloni berlendir (mukoid)
7.      Kapsul terdiri dari antigen K dan antigen M dapat menutupi antigen O, berdasarkan antigen ini ditemukan 70 tipe .


Epidemologi dan Jenis-jenis Klebsiella
Bakteri Klebsiella terdapat di mana-mana. Koloninya bisa ditemukan di kulit, kerongkongan, ataupun saluran pencernaan. Bahkan, bakteri ini juga bisa ada pada luka steril dan air kencing (urin). Sebenarnya, bakteri golongan ini mungkin saja ada sebagai flora alami ‘penghuni” usus besar dan kecil. Adapun pergerakan bakteri ini ke organ lain dikaitkan dengan lemahnya daya tahan penderita.
Klebsiella pneumonia merupakan jenis bakteri golongan Klebsiellae yang banyak menginfeksi manusia. Ia adalah kuman oportunis yang ditemukan pada lapisan mukosa mamalia, terutama paru-paru. Penyebarannya sangat cepat, terutama diantara orang-orang yang sedang terinfeksi bakteri-bakteri ini. Gejalanya berupa pendarahan dan penebalan lapisan mukosa organ. Bakteri ini juga merupakan salah satu bakteri yang menyebabkan penyakit bronchitis.
Klebsiella rhinoscleromatis dan KlebsieIla ozena adalah dua bakteri Klebsiella penyebab penyakit langka. Rhinoschleroma sendiri adalah penyakit peradangan serius yang terjadi pada rongga hidung. Sedangkan, ozaena adalah sejenis penyakit rhinitis atrofi.
Klebsiella pneumonia dapat menyebabkan penyakit karena mempunyai dua tipe antigen pada permukaan selnya:
1.      Antigen O
Antigen O adalah lipopolisakarida yang terdapat dalam sembilan varietas.
2.      Antigen K
Antigen K adalah polisakarida yang dikelilingi oleh kapsula dengan lebih dari 80 varietas.
Kedua antigen ini meningkatkan patogenitas Klebsiella pneumonia.
Selain itu, Klebsiella pneumonia mampu memproduksi enzim ESBL (Extended Spektrum Beta Lactamase) yang dapat melumpuhkan kerja berbagai jenis antibiotik. Hal ini dapat menyebabkan bakteri kebal dan menjadi sulit dilumpuhkan.
Klebsiella pneumonia/Fridlander bacillus ditemukan di dalam hidung, flora normal usus dan akan patogen bila menderita penyakit lain (penyakit paru-paru yang kronis).
1.      Klebsiella ozaena penyebab penyakit azoena : mukosa hidung menjadi atrpopis progresif dan berlendir serta berbau amis
2.      Klebsiella rhinoscleromatis : penyebab penyakit rhinocleloma yaitu penyakit menahun berupa granula dengan tanda-tanda sclerosis dan hipertropi jaringan dan menyebabkan kerusakan hidung dan farings.
3.      Klebsiella aerogenes/Aerobacter aerogenes
Kuman ini mempunyai sifat sama dengan E. coli, terdapat di air, tanah, sampah dan lain sebagainya.
Dibedakan pada tes IMVic
E. coli                                : ++--
Klebsiella aerogenes          : --++

Patogenesitas
1.      Kapsul memiliki kemampuan untuk mempertahankan organisme terhadap fagositosis dan pembunuhan oleh serum normal.
2.      Galur yang berkapsul lebih virulen daripada galur yang tidak berkapsul (pada hewan coba)
3.      Tidak ada toksin selain endotoksin yang berperan pada infeksi oportunistik
4.      Galur klebsiella pneumonia ada yang memproduksi enterotoksin (pernah diisolasi dari penderita tropical sprue) toksin ini mirip dengan ST (tahan panas) dan LT (heat-labile enterotoksin) dari E.coli,kemampuan memproduksi toksin ini diperantarai oleh  plasmid

Daerah penyebaran dan Penyebaran penyakit
Jika bakteri Klebsiella pneumoniae dan Klebsiella oxytoca beserta penyakitnya tersebar luas di seluruh penjuru dunia, lain halnya dengan Klebsiella rhinoscleromatis. Bakteri penyebab penyakit rhinoschleroma ini tidak ada di Amerika Serikat. Ia hanya ada di Eropa timur, Asia selatan, Afrika tengah, dan Amerika latin. Hal ini terjadi karena bakteri Klebsiella pneumoniae dan Klebsiella oxytoca banyak terdapat di negara-negara miskin yang mempunyai lingkungan jelek.
Klebsiella termasuk pneumonia non pneumococcus sekitar 20% dari pneumonia bacterial bukan disebabkan pneumococcus, yaitu staphy, strepto, klebsiella dan patogenesisnya sama dengan yang disebabkan salmonella pneimoniae biasa timbul pada orang yang resistensinya telah menurun oleh salah satu sebab. Hal yang perlu diperhatikan dalam penularan infeksi pneumonia pneumococcus meliputi penularan infeksi termasuk di dalamnya adalah reservoar, sumber dan rute penularan, masa inkubasi, masa dapat menular.
a.       Reservoar sumber dan rute penularan
Manusia adalah reservornya organisme itu terdapat di dalam secret “carrier” asimtomatik dan pasien dengan infeksi aktif transmisi terjadi melalui kontak langsung dengan secret terinfeksi pada permukaan terinfeksi.
b.      Masa inkubasi
Tidak diketahui untuk infeksi endogen sangat singkat (1-2 hari) untuk infeksi ditularkan.
c.       Masa dapat menular
Agaknya selama pneumococus terdapat dalam jumlah besar dalam secret hidung dan mulut. Pengobatan cepat dengan kemoterapi sangat mengurangi jumlah dan memendekkan masa penularan (2-3 hari).
d.      Imunitas
Ketahanan non-spesifik jaringan sehat normal adalah mekanisme pertahanan utama bagi kebanyakan infeksi. Imunitas sesudah serangan bersifat spesifik jenis lamanya tergantung kadar antibodi yang dibentuk sebelum terapi antibiotik menghilangkan rangsangan antigen.

Penyakit dan gejala klinis
*      Ozaena yaitu radang selaput lendir hidung yang berbau. Pada penyakit ini orang banyak mengeluarkan lendir hijau bercampur darah yang berbau.
*      Rhinoscleroma yaitu berupa bisul-bisul (benjolan) dalam hidung yang makin lama makin banyak sehingga hidung kelihatan membengkak dan menjadi besar kemudian menjadi luka yang sukar sembuh.
*      Granuloma veneris yaitu suatu penyakit kelamin. Granuloma adalah tumor pada jaringan granulasi, terdapat berbagai bintik di daerah kelamin perempuan dan laki-laki yang makin lama makin banyak dan besar kemudian menjadi sukar sembuhnya, sehingga alat kelamin luar menjadi habis, penularan secara persetubuhan. Banyak terdapat di Irian, penyakit ini bukan radang saluran kemih tetapi suatu penyakit kulit, saluran kemih tidak terserang.
*      Klebsiella pneumonia, bakteri ini sering menimbulkan infeksi pada traktus urinarius karena nosocomial infection, meningitis, dan pneumonia pada penderita diabetes mellitus dan pecandu alkohol. Gejala yang ditimbulkan bakteri ini berupa gejala demam akut, malaise, dan batuk kering kemudian batuknya menjadi produktif dan menghasilkan sputum berdarah dan purulent. Bila penyakitnya berlanjut, akan terjadi abses nekrosis jaringan paruh broncjiectasidan vibrosis paru-paru.
*      Penyakit paru-paru mirip dengan pneumoni disebabkan oleh B. Fredlender (nama basil dengan memakai nama penemunya).
*      Menyebabkan pneumonia dan infeksi saluran kemih.
*      Vimlensi disebabkan oleh adanya sampai yang sangat besar.
*      Resisten terhadap penisilin Hp peka terhadap sefalosporin.
           Klebsiella menduduki ranking kedua setelah E.coli untuk infeksi saluran kemih di orang-orang yang sudah berumur. Klebsiella juga merupakan suatu opportunistic pathogen untuk pasien dengan penyakit paru-paru kronis dan rhinoscleroma.Feses adalah salah satu sumber yang paling signifikan dalam hal infeksi kepada pasien, yang selanjutnya diikuti oleh berhubungan dengan alat-alat yang sudah terkontaminasi oleh bakteri. Penyakit utama yang ditimbulkan oleh bakteri ini adalah pneumonia.
           Pneumonia adalah inflasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian cairan di dalam alveoli. Hal ini terjadi ini terjadi akibat adanya invaksi agen atau infeksius adalah adanya kondisi yang mengganggu tahanan saluran.. Dengan demikian flora endogen menjadi pathogen ketika memasuki saluran pernafasan. Pneumonia adalah sebuah penyakit pada paru-paru di mana pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer menjadi "inflame" dan terisi oleh cairan. Pneumonia dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk infeksi oleh bakteria, virus, jamur, atau parasit. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh iritasi kimia atau fisik dari paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker paru-paru atau terlalu banyak minum alkohol. Pasien yang rentan mengalami pneumonia antara lain peminum alcohol, perokok, penderita diabetes, penderita gagal jantung, dan penderita AIDS.
           Pada penderita pneuminiae, kantong udara paru-paru penuh dengan nanah dan cairan yang lainnya. Dengan demikian, fungsi paru-paru, yaitu menyerap udara bersih (oksigen) dan mengeluarkan udara kotor menjadi terganggu. Akibatnya, tubuh menderita kekurangan oksigen dengan segala konsekuensinya, misalnya menjadi lebih mudah terinfeksi oleh bakteri lain (super infeksi) dan sebagainya. Jika demikian keadaannya, tentu tambah sukar penyembuhannya. Penyebab penyakit pada kondisi demikian sudah beraneka macam dan bisa terjadi infeksi yang seluruh tubuh.

Gejala-gejala seseorang yang terinfeksi Klebsiella
Pada umumnya, gejala-gejala penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri golongan Klebsiellae adalah sama. Akan tetapi, setiap penyakit berdasarkan jenis spesies Klebsiella-nya masing-masing punya ciri khas.
Klebsiella pneumoniae yang menyebabkan penyakit paru-paru memberikan penampakan berupa pembengkakan paru-paru sehingga lobus kiri dan kanan paru-paru menjadi tidak sama; demam (panas-dingin); batuk-batuk (bronkhitis); penebalan dinding mukosa; dan dahak berdarah. Sedangkan, Klebsiella rhinoscleromatis dan Klebsiella ozaenae yang menyebabkan rinoschleroma dan ozaena memberikan gejala pembentukan granul (bintik-bintik), gangguan hidung, benjolan-benjolan di rongga pernapasan (terutama hidung), sakit kepala, serta ingus hijau dan berbau.
Gejala-gejala seseorang yang terinfeksi Klebsiella pneumonia adalah napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pneumonia Berat ditandai dengan adanya batuk atau (juga disertai) kesukaran bernapas, napas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga Pneumonia sangat berat, dengan gejala batuk, kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum. Sementara untuk anak dibawah 2 bulan, pnemonia berat ditandai dengan frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih atau (juga disertai) penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam, batuk-batuk, perubahan karakteristik dahak, suhu tubuh lebih dari 38 ยบ C. Gejala yang lain, yaitu apabila pada pemeriksaan fisik ditemukan suara napas bronkhial, bronkhi dan leukosit lebih dari 10.000 atau kurang dari 4500/uL.
Pada pasien usia lanjut atau pasien dengan respon imun rendah, gejala pneumonia tidak khas, yaitu berupa gejala non pernafasan seperti pusing, perburukan dari penyakit yang sudah ada sebelumnya dan pingsan. Biasanya frekuensi napas bertambah cepat dan jarang ditemukan demam. Beberapa jenis Klebsiella pneumonia dapat diobati dengan antibiotik, khususnya antibiotik yang mengandung cincin beta-laktam.
Contoh antibiotik tersebut adalah ampicillin, carbenicillin, amoxicilline, dll. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Klebsiella pneumonia memiliki sensitivitas 98,4% terhadap meropenem, 98,2% terhadap imipenem, 92,5% terhadap kloramfenikol, 80 % terhadap siprofloksasin, dan 2% terhadap ampisilin. Strain baru dari Klebsiella pneumoniakebal terhadap berbagai jenis antibiotik dan sampai sekarang masih dilakukan penelitian untuk menemukan obat yang tepat untuk menghambat aktivitas atau bahkan membunuh bakteri tersebut.

Diagnosa
Metode isolasi dan identifikasi organisme ini dari makanan, air dan sampel diare, didasarkan pada ketepatan media selektif yang digunakan dan hasil analisa mikrobiologi dan biokimia. Kemampuan untuk menghasilkan enterotoxin dapat ditentukan oleh analisa biakan sel dan analisa pasa hewan, metode serologis, atau analisa genetika. Sampel dapat berupa sputum, liquar cerebrospinalis atau urin. Diperiksa di bawah mikroskop setelah pewarnaan atau ditanam pada pembenihan.
1.      Melihat selaput, maka diambil bahan pemeriksaan dari manusia, binatang dan perbenihan.
2.      Selaput ini terlihat seperti lendir, maka koloni – koloni terlihat basah dan berlendir.
3.      Pneumococcus karena ada atau tidak mempunyai selubung/kapsul.

Kamis, 18 April 2013

AGENTOMETRI


PERCOBAAN
ARGENTOMETRI (Mohr)

I. Tujuan
1. Dapat melakukan standarisasi AgNO3 dengan NaCl
2. Dapat melakukan standarisasi NH4CNS dengan AgNO3
3. Dapat menentukan klorida dalam garam dapur kasar dengan meode argentometri
4. Dapat menentukan bromida dengan cara volhard

II. Dasar Teori
Salah satu cara untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetri (titrasi). Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu zat dalam larutannya didasarkan pada pengukuran volumenya.
Berdasarkan pada jenis reaksinya, volumetri dibedakan atas :
1. Asidimetri dan alkalimetri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi netralisasi asam-basa.
2. Oksidimetri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi oksidasi-reduksi.
3. Argentometri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi kresipilasi (pengendapan dari ion Ag+).

Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan (Underwood,1992).

Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu :
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu :
1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit.
    (skogg,1965)
Berdasarkan pada indikator yang digunakan, argentometri dapat dibedakan atas :
1. Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna)
Metode Mohr dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan standar AgNO3 dan penambahan K2CHO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus dilakukan dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis, pH 6,5 – 9,0. Dalam suasana asam, perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :
Asam : 2CrO42-    +     2H-          ↔        CrO72-      +       H2O
Basa   : 2Ag+        +     2OH-      ↔       2 AgOH
2AgOH                          ↔      Ag2O       +       H2O
Sesama larutan dapat diukur dengan natrium bikorbonat atau kalsium karbonat. Larutan alkalis diasamkan dulu dengan asam asetat atau asam borat sebelum dinetralkan dengan kalsium karbonat. Meskipun menurut hasil kali kelarutan iodida dan tiosianat mungkin untuk ditetapkan kadarnya dengan cara ini. Namun oleh karena perak lodida maupun tiosanat sangat kuat menyerang kromat, maka hasilnya tidak memuaskan. Perak juga tidak dapat ditetapkan dengan titrasi menggunakan NaCl sebagai titran karena endapan perak kromat yang mula-mula terbentuk sukar bereaksi pada titik akhir. Larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak katalis dititrasi dengan larutan titer perak nitrat menggunakan indikator kromat. Apabila ion klorida atau bromida telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat/merah bata sebagai titik akhir titrasi. Sebagai indikator digunakan larutan kromat K2CrO4 0,003M atau 0,005M yang dengan ion perak akan membentuk endapan coklat merah dalam suasana netral atau agak alkalis. Kelebihan indikator yang berwarna kuning akan menganggu warna, ini dapat diatasi dengan melarutkan blanko indikator suatu titrasi tanpa zat uji dengan penambaan kalsium karbonat sebagai pengganti endapan AgCl.
2. Model Valhard (Penentu zat warna yang mudah larut).
Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl+, Br -, dan I- dengan penambahan larutan standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan larutan standar KCNS, sedangkan indikator yang digunakan adalah ion Fe3+ dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah dari FeSCN.
3. Motode Fajans (Indikator Absorbsi)
Titrasi argenometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder (Khopkhar, SM.1990).

Pembentukan Endapan Berwarna
Seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indikator untuk titrasi asam-basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan lengkapnya suatu titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion perak dalam mana digunakan ion kromat sebagai indikator. Pemunculan yang permanen dan
dini dari endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE). Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 – 10,0. Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena HCrO4- hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat terjadi reaksi :
2H+        +          2CrO4- ↔        2HCrO4               ↔        Cr2O72-                                 +          2H2O

Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan ion kromat dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut. Proses argentometri termasuk dalam titrasi yang menghasilkan endapan dan pembentukan ion kompleks. Proses argentometri menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini biasanya digunakan untuk
menentukan garam-garam dari halogen dan sianida. Karena kedua jenis garam ini dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
NaCL + Ag+ → AgCl ↓ + Na+
KCN + Ag+ → AgCl ↓ + K+
KCN + AgCN ↓ → K [Ag(CN)2 ]

Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam tersebut dapat digunakan sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi argentometri terhadap ion CN- tercapai untuk garam kompleks K [Ag(CN)2 ] karena proper tersebut dikemukakan pertama kali oleh Lieberg, cara ini tidak dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam kompleks dalam larutan akan larut menjadi ion komplek diamilum (Harizul, Rivai. 1995).

III. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan
a. Statif : 1 buah
b. Klem : 1 buah
c. Corong kaca : 1 buah
d. Kaca arloji : 1 buah
e. Pengaduk kaca : 1 buah
f. Buret asam 50 ml : 1 buah
g. Pipet tetes : 1 buah
h. Neraca timbangan : 1 buah
i. Labu ukur 500 ml : 1 buah
j. Labu ukur 100 ml : 1 buah
k. Erlenmeyer 100 ml : 2 buah
l. Erlenmeyer 250 ml : 1 buah
m. Gelas beker 250 ml : 1buah
n. Gelas ukur 50 ml : 1 buah
2. Bahan yang digunakan
1. NaCl kering : 2,925 gram
2. Larutan standar NaCl 0,1N : secukupnya
3. Larutan AgNO3 0,1N : secukupnya
4. Larutan sample garam dapur kasar : 30 ml
5. NH4 CNS padatan : 4,5 gram
6. Larutan NH4CNS : secukupnya
7. AgNO3 padatan : 8,496 gram
8. Larutan HNO3 6 N : 2,5 ml x 3
9. Larutan KBR : 5 ml x 3
10. Fluoresein : 0,5 ml x 3
11. Ferri Amonium sulfat : 0,5 ml x 3
12. Akuades : secukupnya
13. HNO3 encer : 1 ml x 3

IV. Skema Kerja
a.       Pembuatan larutan AgNO3 0,05 N
1.       Timbang 2,1875 g AgNO3
2.       Larutkan dalam labu ukur 250 ml
3.       Larutan dikocok sampai homogen
b.      Pembakuan larutan AgNO3 0,05 N
1.       NaCl timbang sebanyak 0,7375 g
2.       Larutkan dalam labu ukur 250 ml sampai tanda garis
3.       Larutan diambil 10 ml dan masukkan kedalam erlenmeyer
4.       Larutan ditambahkan 2 tetes indikator K2CrO4 5%
5.       Campuran dititrasi menggunakan AgNO3
6.       Hitung volume yang terpakai
c.       Penetapan kadar
1.       75 mg garam dpur ditimbang
2.       Larutkan dengan 50 ml aquadest dalam erlenmeyer
3.       Tambahkan 2 tetes indikator K2CrO4 5%
4.       Campuran dititrasi menggunakan AgNO3
5.       Catat voume yang terpakai

V. Data dan Perhitungan
Pembuatan larutan standar primer NaCl 0,05 N
N = n . M                   
0,05 = 1 . M               
M = 0,05 M                 gr = 0,2922 g
                         range 10% : (0,2630 – 0,3214)g

Pembuatan larutan standar sekunder AgNO3 0,05 N
N = n . M
8,4837 = 0,8333 gr
gr = 10,1924 g
range 10% = (9,1732 – 11,2116) g

Pembuatan amilum 0,5%
0,5% = 5 g dalam 100 mL
volume yang dibutuhkan: 4x titrasi x 4 mL x 8 orang = 128 mL

Pembuatan asam asetat 1:4
1 orang @ 5 mL per-titrasi
4 x titrasi x 8 orang = 4 x 5 x 8 = 160 mL ≈> 200 mL

Pembuatan K2CrO4 5%
1 orang @ 1 mL x 4 x titrasi = 4 mL
8 orang = 4 x 8 = 32 mL ≈> 35 mL
Massa K2CrO4 5% ร 

Pembuatan eosin 0,1%
1 orang @ 5 tetes x 4 titrasi = 20 tetes
8 orang = 20 x 8 = 160 tetes ≈ 8 mL ≈>10 mL

Data penimbangan dan perhitungan normalitas zat baku primer
Zat (NaCl) ditimbang secara kasar     : 0,29 g
Botol timbang kosong ditimbang secara analitis        : 13,9818 g
Botol timbang + NaCl ditimbang secara analitis        : 14,2796 g
Berat NaCl secara analitis = 14,2796 – 13,9818 = 0,2978
Normalitas NaCl
N = n . M
N = 0,0479 N
Data titrasi Perak Nitrat dengan NaCl
 
No
Vol. Baku Primer
(NaCl)
N. Baku Primer
(NaCl)
Vol. Baku Sekunder
(AgNO3)
N. Baku Sekunder
(AgNO3)
1
10,0 mL
0,0479 N
9,70 mL
0,494 N
2
10,0 mL
0,0479 N
9,85 mL
0,486 N
3
10,0 mL
0,0479 N
9,80 mL
0,489 N

 
Perhitungan normalitas baku sekunder (AgNO3)
1.      V1(NaCl) . N1(NaCl) = V2(AgNO3) . N2(AgNO3)
10,0 . 0,0479 = 9,70 . N2(AgNO3)
N2(AgNO3) =  = 0,0494 N

2.      V1(NaCl) . N1(NaCl) = V2(AgNO3) . N2(AgNO3)
10,0 . 0,0479 = 9,85 . N2(AgNO3)
N2(AgNO3) =  = 0,0486 N
3.      V1(NaCl) . N1(NaCl) = V2(AgNO3) . N2(AgNO3)
10,0 . 0,0479 = 9,70 . N2(AgNO3)
N2(AgNO3) =  = 0,0489 N
v  Normalitas AgNO3 rata-rata =  = 0,04875 ≈ 0,0488 N
Data titrasi Perak Nitrat dengan sampel (I-)
No
Vol. sampel
M. sampel
Vol. AgNO3
M. AgNO3
1
10,0 mL
0,0488 M
10,00 mL
0,0488 M
2
10,0 mL
0,0482 M
9,90 mL
0,0488 M
3
10,0 mL
0,0487 M
10,00 mL
0,0488 M

Perhitungan molaritas sampel (I-)
Molaritas AgNO3=  =  = 0,0488 M
1.      V1(sampel) . M1(sampel) = V(AgNO3) . M2 (AgNO3)
10,0 . M1(sampel) = 10,0 . 0,0488
M1(I-) =  = 0,0488 M
2.      V1(sampel) . M1(sampel) = V(AgNO3) . M2 (AgNO3)
10,0 . M1(sampel) = 9,90 . 0,0488
M1(I-) =  = 0,0482 M
3.      V1(sampel) . M1(sampel) = V(AgNO3) . M2 (AgNO3)
10,0 . M1(sampel) = 10,0 . 0,0488
M1(I-) =  = 0,0488 M
v  Molaritas (I-) rata-rata =  = 0,0485 M

VI. Pembahasan
Standarisasi larutan AgNO3 dengan NaCl merupakan titrasi yang termasuk dalam presipitimetri jenis argentometri. Reaksi yang terjadi adalah:
AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) + NaNO3(aq)
Larutan AgNO3 dan larutan NaCl, pada awalnya masing-masing merupakan larutan yang jernih dan tidak berwarna. Ketika NaCl ditambah dengan garam natrium bikarbonat yang berwarna putih, larutan tetap jernih tidak berwarna, dan garam tersebut larut dalam larutan. Penambahan garam ini dimaksudkan agar pH larutan tidak terlalu asam ataupun terlalu basa, atau dapat dikatakan garam ini sebagai buffer. Larutan kemudian berubah menjadi kuning mengikuti warna K2CrO4 yang merupakan indikator.
Setelah dititrasi dengan AgNO3, awalnya terbentuk endapan berwarna putih yang merupakan AgCl. Ketika NaCl sudah habis bereaksi dengan AgNO3, sementara jumlah AgNO3 masih ada, maka AgNO3 kemudian bereaksi dengan indikator K2CrO4 membentuk endapan Ag2CrO4 yang berwarna krem.
 Dalam titrasi ini, titrasi perlu dilakukan secara cepat dan pengocokan harus juga dilakukan secara kuat agar Ag+ tidak teroksidasi menjadi AgO yang menyebabkan titik akhir titrasi menjadi sulit tercapai.
Sedangkan pada titrasi sampel merupakan titrasi yang menggunakan metode Fajans. Dalam titrasi ini digunakan indikator Eosin karena indikator ini memiliki trayek pH antara 2 – 8 dan eosin digunakan dalam titrasi untuk anion yang berupa Br-, I-, atau SCN-. Selain itu, asam cuka digunakan untuk menjaga agar pH tidak terlalu tinggi ataupun rendah, karena indikator adsorpsi bersifat asam lemah yang tidak dapat digunakan dalam keadaan larutan yang terlalu asam.
Dalam titrasi perubahan warna yang terjadi adalah pada awalnya larutan sampel yang ditambah dengan asam cuka, akuades dan asam cuka tetap tidak berwarna.  Ketika ditambahkan dengan amilum, larutan menjadi sedikit keruh karena pengaruh suspensi amilum. Dan ketika ditambah dengan eosin yang berwarna merah, larutan menjadi berwarna kuning.
Saat dititrasi menggunakan AgNO3 larutan makin lama makin mengental akibat terbentuknya koloid. Koloid ini terbentuk karena reaksi antara ion X- dalam sampel dengan Ag+. Kemudian lama-kelamaan warnanya berubah dari kuning menjadi merah muda akibat dari penyerapan ion Fl- oleh kelebihan ion Ag+ dalam koloid.


VII. Kesimpulan
Titrasi AgNO3 dan NaCl merupakan titrasi dengan Metode Mohr dan Titrasi sampel termasuk dalam Metode Fajans karena sampel mengandung ion I-.
Normalitas AgNO3 = 0,0488 N
Molaritas sampel (I-)  = 0,0485 M


.1. Reaksi standarisasi larutan perak nitrat dengan metode Mohr:
·         AgNO3(aq) + NaCl(aq) AgCl(s) + NaNO3(aq)
·         2AgNO3(aq) + K2Cr2O4(aq) Ag2Cr2O4(s) + 2KNO3(aq)
 2.  Syarat pH:
·         tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi
 3.  Kelemahan titrasi Mohr:
·         Kemungkinan terjadinya kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai yang mengakibatkan titik akhir titrasi menjadi tidak tajam. Sebagai solusi, dapat dilakukan pengadukan sekuat mungkin
 4.  Mekanisme kerja kalium kromat:
·         Indikator yang ditambahkan harus dengan konsentrasi tertentu. Bila konsentrasi terlalu besar, warna K2Cr2O4 manjadi terlalu kuning sehingga mengakibatkan perubahan warna yang membuat titik akhir sulit dilihat. Indikator K2Cr2O4 akan bereaksi dengan AgNO3 membentuk Ag2Cr2O4 yang berwarna krem muda.
 5.  Zat-zat lain yang dapat digunakan untuk standarisasi larutan perak nitrat:
·         Indikator adsorpsi (contoh: fluoresin, eosin, dll) dan indikator Fe3+.

 6.  Syarat pH larutan untuk titrasi Fajans dengan indikator eosin:
·         Tidak terlalu rendah karena kebanyakan indikator adsorpsi bersifat asam lemah yang tidak dapat dipakai dalam larutan yang terlalu asam. Namun ada juga beberapa indikator adsorpsi “kationik” yaitu yang bersifat basa lemah sehingga baik untuk titrasi dalam keadaan sangat asam.
 7. Penentuan kadar Iodida dapat juga dilakukan dengan cara Mohr namun biasa tidak dipakai karena untuk titrasi I- (pKsp AgI = 16,01), akan terdapat [I-] pada titik akhir = 3,85 x 10-12 dan pada titik akhir ekivalen = 9,9 x 10-9; titik akhirnya terlalu lambat untuk dicapai.
 [Ag+] = (Ksp Ag2CrO4 : [CrO42-] )1/2
               = (10-11,89 : 0,002)1/2
               = 10-4,596
Karena [Ag+] [I-] = Ksp AgI = 10-16,01
Maka

       Sedangkan seharusnya [Ag+] = [I-] = (10-16,01)1/2 = 10-8,005 = 9,89 x 10-9

  VIII. Daftar Pustaka
Day RA. Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima. Erlangga,
Jakarta.
Harizul, Rivai. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI Press 22
Khopkhar, SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press
Skogg. 1965. Analytical Chemistry. Edisi keenam. Florida : Sounders College
Publishing
Tim Labor Kimia Analitik.2012. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I.
FMIPA-UR. Pekanbaru.