PENYAKIT GRAVE
A. DEFINISI
Penyakit Graves merupakan penyakit kelenjar tiroid
yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Penyebab penyakit Graves
(goiter difusa toksika) tersering hipertiroidisme adalah suatu penyakit otonium
yang biasanya ditandai oleh produksi otoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH
pada kelenjar tiroid. Penderita penyakit Graves memiliki gejala-gejala khas
dari tirotoksikosis (hipersekresi kelenjar tiroid/ hipertiroidisme) dan gejala
tambahan khusus yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma (hipertrofi dan
hiperplasia difus), oftamopati (eksoftalmus/ mata menonjol) dan kadang-kadang
dengan dermopati. Selain penyakit Graves, yang merupakan penyebab paling
sering, penyebab lain tirotoksikosis ialah struma multinodosa toksik, adenoma
toksik, tiroiditis, dan pemberian obat-obatan.
B. Manifestasi
Klinis
Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal
dan ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal
berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat
sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa
manifestasi hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien
mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas,
kulit lembab, berat badan menurun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi,
takikardi, diare dan kelemahan serta atrofi otot. Penyakit Graves umumnya
ditandai dengan pembesaran kelenjar tiroid/ struma difus, disertai tanda dan
gejala tirotoksikosis dan seringkali juga disertai oftalmopati (terutama
eksoftalmus) dan kadang-kadang dengan dermopati. Manifestasi kardiovaskular
pada tirotoksikosis merupakan gejala paling menonjol dan merupakan
karakteristik gejala dan tanda tirotoksikosis. Manifestasi
kardiovaskular pada tirotoksikosis merupakan gejala paling menonjol dan
merupakan karakteristik gejala dan tanda tirotoksikosis.
Gejala tirotoksikosis yang sering ditemukan:
·
Hiperaktivitas, iritabilitas
·
Palpitasi
· Tidak
tahan panas dan keringat berlebih
· Mudah
lelah
· Berat
badan turun meskipun makan banyak
· Buang
air besar lebih sering
·
Oligomenore atau amenore dengan libido berkurang
Tanda tirotoksikosis yang sering ditemukan:
·
Takikardi, fibrilasi atrial
·
Tremor halus, refleks meningkat
·
Kulit hangat dan basah
·
Rambut rontok
Pada pasien dengan usia yang lebih tua, sering tanda
dan gejala khas tersebut tidak muncul akibat respons tubuh terhadap peningkatan
hormon tiroid menurun. Gejala yang dominan pada usia tua adalah penurunan berat
badan, fibrilasi atrial, dan gagal jantung kongestif.
Oftalmopati pada penyakit Graves ditandai dengan
adanya edema dan inflamasi otot-otot ekstraokular dan meningkatnya jaringan
ikat dan lemak orbita. Peningkatan volume jaringan retrobulber memberikan
kontribusi besar terhadap manifestasi klinis oftalmopati Graves. Oftalmopati
yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien ditandai dengan mata melotot, fissura
palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam
mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi.
Mekanisme kelainan mata pada penyakit Graves sampai
saat ini belum diketahui secara pasti. Tetapi mengingat hubungan yang erat
antara penyakit Graves dengan oftalmopati, diduga keduanya berasal dari respons
autoimun terhadap satu atau lebih antigen di kelenjar tiroid atau orbita.
Sebagian peneliti melaporkan bahwa reseptor TSH-lah yang menjadi antigen dari
respons autoimun keduanya. Tetapi sebagian yang lain melaporkan adanya antigen
lain di orbita yang berperan dalam mekanisme terjadinya oftalmopati, sehingga
dikatakan bahwa penyakit Graves dan oftalmopati Graves merupakan penyakit
autoimun yang masing-masing berdiri sendiri. Oleh karena itu kelainan mata pada
penyakit Graves dapat timbul mendahului, atau bersamaan, atau bahkan kemudian
setelah penyakit Graves-nya membaik.
Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal
yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Gambaran klinik klasik dari penyakit
graves antara lain adalah tri tunggal hipertitoidisme, goiter difus dan
eksoftalmus.
C.
Diagnosa
Pemeriksaan Laboratotrium
Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada
penyakit Graves dan hipertiroidisme umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan
balik pada hubungan (axis) antara kelenjar hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam
keadaan normal, kadar hormon tiroid perifer, seperti L-tiroksin (T-4) dan
tri-iodo-tironin (T-3) berada dalam keseimbangan dengan thyrotropin stimulating
hormone (TSH). Artinya, bila T-3 dan T-4 rendah, maka produksi TSH akan
meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH
akan menurun.
Kelainan
laboratorium pada keadaan hipertiroidisme dapat dilihat pada skema dibawah ini:
Autoantibodi
tiroid , TgAb dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada penyakit Graves maupun
tiroiditis Hashimoto , namun TSH-R Ab (stim) lebih spesifik pada penyakit
Graves. Pemeriksaan ini berguna pada pasien dalam keadaan apathetic
hyperthyroid atau pada eksoftamos unilateral tanpa tanda-tanda klinis dan laboratorium yang jelas. Untuk
dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Graves dan
hipertiroidisme umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan
(axis) antara kelenjar hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal,
kadar hormon tiroid perifer, seperti L-tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin
(T-3) berada dalam keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormone (TSH).
Artinya, bila T-3 dan T-4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan
sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun.
Pada
penyakit Graves, adanya antibodi terhadap reseptor TSH di membran sel folikel
tiroid, menyebabkan perangsangan produksi hormon tiroid secara terus menerus,
sehingga kadar hormon tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi
ini menekan produksi TSH di kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi
rendah dan bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi
kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif terhadap hipertiroidisme,
oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat mendeteksi kadar TSH
sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa
kadar T-4 bebas (free T-4/FT-4).
D.
Pemeriksaan
Penunjang lain
Pemeriksaan
penunjang lain seperti pencitraan (scan dan USG tiroid) untuk menegakkan
diagnosis penyakit Graves jarang diperlukan, kecuali scan tiroid pada tes
supresi tiroksin.
E.
Diagnosa
Banding
Penyakit Graves dapat terjadi tanpa gejala dan tanda
yang khas sehingga diagnosis kadang-kadang sulit didiagnosis. Atrofi otot yang
jelas dapat ditemukan pada miopati akibat penyakit Graves, namun harus
dibedakan dengan kelainan neurologik primer. Pada sindrom yang dikenal
dengan “ familial dysalbuminemic hyperthyroxinemia “ dapat ditemukan protein
yang menyerupai albumin (albumin-like protein) didalam serum yang dapat
berikatan dengan T4 tetapi tidak dengan T3. Keadaan ini akan menyebabkan
peningkatan kadar T4 serum dan FT4I, tetapi free T4, T3 dan TSH normal.
Disamping tidak ditemukan adanya gambaran klinis hipertiroidisme, kadar T3 dan
TSH serum yang normal pada sindrom ini dapat membedakannya dengan penyakit
Graves.Thyrotoxic periodic paralysis yang biasa ditemukan pada penderita
laki-laki etnik Asia dapat terjadi secara tiba-tiba berupa paralysis flaksid disertai
hipokalemi.
Paralisis biasanya membaik secara spontan dan dapat
dicegah dengan pemberian suplementasi kalium dan beta bloker. Keadaan ini dapat
disembuhkan dengan pengobatan tirotoksikosis yang adekuat. Penderita dengan
penyakit jantung tiroid terutama ditandai dengan gejala-gejala kelainan
jantung, dapat berupa :
·
Atrial fibrilasi yang tidak sensitif dengan pemberian
digoksin.
·
High-output heart failure
Sekitar 50%
pasien tidak mempunyai latar belakang penyakit jantung sebelumnya, dan gangguan
fungsi jantung ini dapat diperbaiki dengan pengobatan terhadap
tirotoksikosisnya. Pada penderita usia tua dapat ditemukan gejala-gejala
berupa penurunan berat badan, struma yang kecil, atrial fibrilaasi dan depresi
yang berat, tanpa adanya gambaran klinis dari manifestasi peningkatan aktivitas
katekolamin yang jelas. Keadaan ini dikenal dengan “apathetic hyperthyroidism”.
F.
Gambar
DAFTAR PUSTAKA:
1. Arthur C.
Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC.
2. Dorland, W.A
Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.
3. Susanne C.
Smeltzer; Buku Ajar Medikal Bedah Brunner-Suddart; EGC; Jakarta; 1999.
4. Sylvia A.
Price. 1994.Patofisiolgi Konsep klinis Proses-Proses Penyakit . Jakarta: EGC.
5. R.
Syamsuhidayat 1997.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta:EGC.
6. Setiati,
Siti. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
7. Soedoyo, Aru
W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus.
8. Sylvia A.
Price. 1994.Patofisiolgi Konsep klinis Proses-Proses
Penyakit . Jakarta: EGC.
9. Shahab A,
2002, Penyakit Graves (Struma Diffusa Toksik) Diagnosis dan Penatalaksanaannya,
Bulletin PIKKI : Seri Endokrinologi-Metabolisme, Edisi Juli 2002, PIKKI,
Jakarta, 2002 : hal 9-18
10. Stein JH,
Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam, alih bahasa Nugroho E, Edisi 3, EGC,
Jakarta, 2000 : hal 606 – 630
11. Lembar S,
Hipertiroidisme Pada Neonatus Dengan Ibu Penderita Grave’s Disease, Majalah
Kedokteran Atma Jaya Jakarta, Vol 3, No.1, Jakarta, 2004 : hal 57 – 64
DIAKSES
SELASA 11 JUNI 2013 PUKUL 03:00 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar